Sebuah Refleksi
Sedianya, ngeblog (blogging) adalah menuliskan ide atau pemikiran, cerita atau pengalaman, pengetahuan, pemahaman, saran, kritik, informasi, wacana atau aksi, respon atau reaksi, imajinasi, keinginan, rencana, tips, hasil penelitian, berita yang didengar, dan masih banyak lagi. Yah, blogging tidak lepas dari aktivitas menulis. Tentu saja, kata "Menulis" tidak dapat diartikan secara harfiah, tetapi diartikan sebagai kegiatan penuangan segala yang ada di dalam kepala dan perasaan dalam bentuk tulisan. Blogging adalah dunia authoring, yang dalam konteks menulis tidak ada bedanya dengan menulis buku, novel, majalah, tajuk rencana, dan lain sebagainya. Bagaimana jika salah satu ssarat blogging tersebut hilang? Esensi blogging itu sendiri juga hilang! Lalu, ketika membuat posting sudah menjadi tuntutan dan bukan kebutuhan, maka:
1. Blogging bukan lagi menjadi ajang untuk menulis, melainkan sekedar kegiatan untuk membuat isi blog (dari manapun asalnya), dan sama sekali tidak memberikan kepuasan.
2. Blogger tidak lagi bergairah, karena dia telah kehilangan kebutuhan menulisnya dan tergantikan dengan tuntutan demi tuntutan yang dapat membuatnya stress dan membutakan matanya. Jika menulis hanya untuk search engine (karena mendengar syarat bahwa posting rutin dapat membuat SEO blog lebih baik), pertanyaannya adalah: "Are you blogging?"
3. Kemampuan menulis justru tidak akan berkembang dan semakin tumpul, karena biasanya tuntutan jumlah posting membuat sang blogger terpaksa "meminjam" artikel blog lain; bahkan tanpa sepengetahuan si pemilik blog atau memberikan link sumber artikel. Bahkan ada pula yang sampai menyia-nyiakan bakat menulisnya dengan membuat blog AGC (autoblog) yang jelas sangat merugikan banyak pihak. Sampai disini, esensi Blogging sebagai ajang penuangan pikiran benar-benar hilang. Logikanya, apakah membanggakan apabila kita hanya mem-publish artikel yang sama sekali tidak kita tulis, bahkan (mungkin) juga tidak kita kuasai? Apakah dengan mengakui artikel orang lain sebagai tulisan kita adalah hal yang membuat kita menjadi lebih baik? Kita dapat membohongi orang lain, tapi TIDAK diri sendiri. Apakah budaya korup (maaf) sudah sedemikian mendarah daging?
4. Blogger tidak dapat meraih eksistensi yang sedianya sedang dicarinya. Seorang Blogger dapat menjadi seorang narasumber (narablog) apabila dia menuliskan sesuatu yang dibidangi/dipahaminya. Entah untuk uang atau untuk sekedar berbagi ide dan pengalaman/cerita, segala sesuatunya dimulai dari kepercayaan pembaca terhadap isi blog, yang nantinya akan membawa penilaian kepada si pemilik blog. Suatu penilaian tentang konten dan kualitas akan diberikan oleh pembaca setelah membaca tulisan-tulisan dari si Blogger. Penilaian itu bisa baik, atau buruk. Penilaian manakah yang hendak diraih?
5. Mentalitas seorang Blogger dapat memburuk. Tuntutan menyebabkan rasa tidak nyaman bagi sang Blogger dan membuatnya merasa bahwa membuat posting sekedar kewajiban belaka. Konteks mentalitas juga berkaitan dengan attitude yang dibawa. Entah di dunia nyata maupun maya, pembawaan mentalitas dan tingkah laku seseorang sama saja. Apakah blogging membuat si blogger memiliki mentalitas yang lebih baik ataukah lebih buruk? Apakah blogging hanya digunakan untuk memperjelas sifat buruk kita di depan orang lain ataukah untuk berusaha menjadi lebih baik?
Menulis karena suka, memang bukanlah hal yang instan dan mudah. Akan tetapi, setiap orang, siapapun, dapat mempelajari dan membiasakan diri. Prinsip maupun idealisme sangatlah penting untuk mewujudkan kesuksesan dan demikian halnya dalam blogging. Terlepas dari konteks sebagai hobi ataupun pekerjaan, blogging adalah media yang sarat akan manfaat.
Tentu saja, semua adalah pilihan, termasuk dalam dunia blogging. Dan (lagi-lagi) tentu saja, semua kembali ke diri masing-masing (sebuah statemen diplomatis yang sangat klise).
Happy blogging
mencuri adalah pekerjaan pengecut! © budihaeruman.blogspot.com
mencuri adalah pekerjaan pengecut! © budihaeruman.blogspot.com